Krisis Aqidah di Era Digital

Alhamdulillah kembali kita memuji Allah subhanahu wata’ala atas limpahan nikmat-Nya yang telah ia berikan kepada kita termasuk nikmat iman dan islam yang merupakan nikmat terbesar yang ada di dunia ini shalawat serta salam kita haturkan kepada baginda Nabiyullah Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah seperti sekarang ini.
Sahabatku yang Insya Allah dirahmati oleh Allah subhanahu wata’ala
Zaman kita sekarang berubah sangat cepat. Dunia digital membawa kemudahan komunikasi, akses informasi, dan koneksi global. Tapi dibalik kemajuan ini, ada bahaya tersembunyi: yaitu krisis aqidah.
Bukan lagi soal ibadah yang ditinggalkan, tapi iman yang mulai dipertanyakan. Banyak muslim terutama anak muda terpapar pemikiran liberal, relativisme kebenaran, bahkan atheisme. Semua berawal dari satu hal: dan itu adalah aqidah yang tidak kokoh.
Namun tahukah kalian apa itu krisis aqidah?
Krisis aqidah adalah kondisi di mana seseorang mengalami kelemahan, kegoyahan, atau penyimpangan dalam keyakinan dasar keislamannya, terutama dalam hal iman kepada Allah, rasul, dan perkara-perkara ghaib yang menjadi pondasi utama agama. Contoh seperti:
Mulai ragu akan keberadaan Allah
Mengganggap semua agama sama
Merasa ajaran islam tidak relevan
Dan masih banyak lagi, dan ini terjadi tanpa disadari, lewat media social, seperti: scroll Tiktok, tontonan Netflix hingga candaan ringan yang sebenarnya merusak iman.
Apa-apa sih penyebab dari krisis aqidah di Era digital:
1. Syubhat yang Menyebar Bebas
Syubhat berasal dari kata syubhah yang artinya keraguan atau sesuatu yang samar antara kebenaran dan kebatilan. Di era digital, syubhat menyebar jauh lebih cepat daripada virus. Video pendek yang mempertanyakan eksistensi Tuhan, logika ibadah, atau membandingkan Islam dengan ideologi lain bisa viral dalam hitungan jam.
Masalahnya, banyak anak muda yang minim ilmu agama menelan mentah-mentah konten semacam itu. Mereka tidak terbiasa menyaring informasi atau bertanya pada ahlinya (Tabayyun terlebih dahulu). Bahkan kadang pembuat kontennya bukan orang berilmu, hanya pandai berbicara dan membungkus kebatilan dengan kata-kata "ilmiah", "logis", atau "bebas berpikir".
Allah subhanahu wata’ala menegaskan dalam Al-Qur’an:
“Dan lindungilah kami dari fitnah yang tidak sanggup kami tanggung.” (QS. Al-Baqarah: 286)
Para ulama menafsirkan fitnah dalam ayat ini termasuk ujian dalam aqidah – yaitu ketika hati manusia diuji dengan keraguan dan ideologi menyesatkan.
Solusinya: Menuntut ilmu dengan bimbingan ulama yang lurus aqidahnya, aktif mengikuti kajian, dan tidak mencari “kebenaran” lewat Google semata karena tidak semua yang ada di media social itu benar adanya, kita sebagai muslim yang baik seharusnya tabayyun terlebih dahulu, cross cek terlebih dahulu sebelum mempercayainya.
2. Sains vs Agama: Salah Paham Besar
Nah ini adalah masalah utama di kalangan pelajar dan mahasiswa, ada anggapan bahwa sains dan agama tidak bisa berjalan beriringan. Seolah-olah jika kamu pintar, maka kamu harus meninggalkan agama; dan jika kamu beragama, maka kamu anti-sains.
Ini salah besar. Islam justru adalah agama yang pertama kali mendorong penggunaan akal dan observasi alam. Banyak ayat Al-Qur’an yang dimulai dengan perintah untuk “melihat”, “memikirkan”, dan “mentadabburi” ciptaan Allah.
Contohnya Firman Allah:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berpikir.” (QS. Ali Imran: 190)
Artinya, sains dan aqidah tidak perlu dipertentangkan. Justru sains yang benar akan menguatkan keimanan, bukan melemahkannya.
Solusinya: Tanamkan pemahaman bahwa logika, sains, dan agama saling melengkapi bukan saling membatalkan. Islam sangat rasional, tapi tetap memberi batas pada apa yang tidak mampu dijangkau akal.
3. Hedonisme & Gaya Hidup Bebas
Dunia hari ini mengajarkan: “Hidup itu untuk dinikmati, bukan diatur.” Banyak muslim (terutama remaja dan dewasa muda) lebih mengenal nama-nama artis, influencer, atau selebgram daripada nama para nabi, sahabat, atau ulama.
Gaya hidup bebas, mengikuti tren, konsumsi konten hiburan tanpa batas semuanya membuat hati lalai. Banyak yang lebih semangat menonton konser daripada shalat. Lebih tertarik diskusi drama Korea daripada belajar tauhid.
Allah berfirman:
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya?” (QS. Al-Jatsiyah: 23)
Hedonisme membutakan hati dari nilai-nilai iman. Akhirnya, aqidah pun terkikis bukan karena dibantah dengan dalil, tapi karena tenggelam dalam dunia.
Solusinya: Perkuat kesadaran diri bahwa hidup bukan hanya untuk kesenangan, tapi ujian menuju akhirat. Prioritaskan waktu dan perhatian untuk hal yang mendekatkan diri kepada Allah.
4. Minimnya Pendidikan Aqidah Sejak Dini
Banyak dari kita sejak kecil diajarkan “ini haram, itu halal, ini wajib, itu sunnah”, tapi tidak diajarkan “mengapa kita harus tunduk kepada Allah.” Anak bisa shalat, puasa, bahkan hafal doa-doa, tapi tidak mengerti makna keimanan di balik semua itu. Akibatnya, ketika dewasa, banyak yang mempertanyakan kembali keyakinannya.
Tanpa pemahaman mendalam tentang tauhid, ibadah terasa seperti rutinitas kosong. Ketika godaan dunia datang, iman yang dibangun di atas kebiasaan akan mudah roboh.
Solusinya: Ajarkan aqidah sejak dini. Bukan hanya hafalan, tapi dengan dialog yang sesuai usia anak. Misalnya, “Mengapa kita tidak menyembah patung?” atau “Siapa yang menciptakan kita dan kenapa kita harus bersyukur pada-Nya?”
Kesimpulan:
Krisis aqidah bukan sekadar fenomena, tapi bahaya nyata yang perlahan menggerogoti iman umat—terutama generasi muda—di era digital. Kemajuan teknologi yang seharusnya menjadi alat kebaikan justru seringkali membuka celah bagi syubhat, gaya hidup bebas, dan kesalahpahaman terhadap agama.
Kita tidak bisa hanya mengandalkan semangat atau tradisi. Aqidah harus kokoh, dipahami, dan dijaga. Jika tidak, iman bisa terkikis bukan karena debat logika, tapi karena kelalaian, candaan yang merusak, atau tontonan yang merusak hati.
“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...” (QS. At-Tahrim: 6)
Sudah saatnya kita kembali kepada ilmu, pemahaman yang benar, dan lingkungan yang baik. Bukan menolak teknologi, tapi menggunakannya dengan bijak. Bukan anti-kemajuan, tapi menapakinya dengan aqidah yang kuat.
Karena sesungguhnya, iman adalah cahaya dan di zaman penuh kegelapan digital ini, hanya mereka yang membawa cahaya itu yang akan tetap teguh melangkah.
Wallahu a’lam bi shawab.
Rekomendasi :

Pembatal-Pembatal Shalat
Ditulis oleh Muh. Rafay Maher Rohail pada 2025-05-10
Alhamdulillah kembali lagi kita memuji kepada Allah subhanahu wata’ala, karena Allah subhanahu wata’ala dialah satu-satunya tuhan yang patut kita sembah. Dialah tuan dari semua raja-raja dimuka bumi ini. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad Shallahu alahi wasallam, dialah nabi yang membawa kita dari gelapnya zaman jahiliyah menuju terangnya zaman Islamiyah seperti sekarang ini.
Banyak umat muslim didunia ini yang masih kurang pemahamannya tentang apa-apa saja pembatal-pembatal shalat itu, tidak mengatahui apa-apa saja pembatalnya. Karena sahnya shalat itu sangat penting dalam kehidupan kita, bisa jadi shalat kita tidak diterima di sisi Allah subhanahu wata’ala. Sebab ketidak tahunya pembatal-pembatalnya, maka dari itu mari kita bahas apa-apa saja pembatal tersebut?
1. Apa saja yang membatalkan thaharah itu membatalkan sholat. Karena thaharah merupakan syarat sah sholat.
2. Tertawa dengan suara, yang dimaksud di sini tertawa terbahak-bahak, karena merupakan kesepakatan para ulama.
3. Berbicara dengan sengaja untuk selain masalah-masalah shalat,
حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوٰتِ وَالصَّلٰوةِ الْوُسْطٰى وَقُوْمُوْا لِلّٰهِ قٰنِتِيْنَ ٢٣٨
Artinya:
“Peliharalah semua salat (fardu) dan salat Wusṭā. Berdirilah karena Allah (dalam salat) dengan khusyuk.”
4. Lewatnya wanita dewasa atau anjing hitam dan keledai ditempat area sujud, Nabi Muhammad Shallahu alaihi wasallam bersabda:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي فَإِنَّهُ يَسْتُرُهُ إِذَا كَانَ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلُ آخِرَةِ الرَّحْلِ فَإِذَا لَمْ يَكُنْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلُ آخِرَةِ الرَّحْلِ فَإِنَّهُ يَقْطَعُ صَلَاتَهُ الْحِمَارُ وَالْمَرْأَةُ وَالْكَلْبُ الْأَسْوَدُ قُلْتُ يَا أَبَا ذَرٍّ مَا بَالُ الْكَلْبِ الْأَسْوَدِ مِنْ الْكَلْبِ الْأَحْمَرِ مِنْ الْكَلْبِ الْأَصْفَرِ قَالَ يَا ابْنَ أَخِي سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا سَأَلْتَنِي فَقَالَ الْكَلْبُ الْأَسْوَدُ شَيْطَانٌ. (رواه مسلم)
Artinya:
Dari Abu Dzarr dia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian hendak shalat, sebaiknya kamu membuat sutrah (penghalang) di hadapannya yang berbentuk seperti kayu yang diletakkan diatas hewan tunggangan, apabila di hadapannya tidak ada sutrah seperti kayu yang diletakkan diatas hewan tunggangan, maka shalatnya akan terputus oleh keledai, wanita, dan anjing hitam.’ Aku bertanya, ‘Wahai Abu Dzarr, apa perbedaan anjing hitam dari anjing merah dan kuning? Dia menjawab, ‘Aku pernah pula menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw. sebagaimana kamu menanyakannya kepadaku, maka jawab beliau, ‘Anjing hitam itu setan‘.” (HR. Muslim)
5. Membuka aurat secara sengaja, karena menutup urat merupakan syarat sah shalat.
6. Membelakangi kiblat, karena membelakangi kiblat merupkan syarat sah shalat juga
7.Adanya Najis pada diri orang yang sholat, sementara itu dia mengetahuinya tapi dia tidak langsung membersihkannya.
8. Meninggalkan dengan sengaja rukun-rukun shalat atau salah satu syaratnya ( tanpa udzur )
9. Banyak melakukan gerakan yang bukan termasuk gerakan shalat tanpa udzur atau dalam keadaan darurat, seperti makan dan minum dengan sengaja.
10. Bersandar tanpa udzur yang syar’I, karena berdiri dalam sholat merupakan rukun sholat yang utama ( kecuali orang yang sakit karena dia memiliki udzur )
11. Menambah gerakan-gerakan yang sengaja dalam shalat seperti ruku dan sujud, karena yang demikian dapat merusak rukun shalat dan merupakan perbuatan yang bid’ah berdasarkan ijma’.
12. Tertib dan tidak membolak-balikan rukun-rukun sholat.
13. Salam sebelum waktunya dengan sengaja.
14. Mengubah makna dengan bacaan yang berbeda, yakni mengubah surah al-Fatihah karena dia merupakan rukun sholat.
Kesimpulan:
Shalat harus dilakukan dengan memenuhi syarat dan rukunnya. Banyak hal yang bisa membatalkan shalat, seperti hilangnya wudhu, tertawa, berbicara sengaja, membuka aurat, membelakangi kiblat, ada najis, gerakan berlebihan, dan mengubah bacaan. Memahami pembatal sholat penting agar ibadah diterima Allah.
Semoga dengan artikel ini ibadah shalat kita semakin sempurna untuk diterima Allah subhana wata’ala dan pahalanya dilipatgandakan. Amin.