Peran Ayah Dalam Mendidik Anaknya

Alhamdulillah, kita senantiasa bersyukur kepada Allah subhana wata’ala atas segala pemberian dari-Nya. Termasuk pemberian dan karunia dari Allah berupa keluarga dan anak yang dititipkan kepada kita, maka sangat pantas ketika kita memperhatikan peran orang tua (ayah) terhadap anaknya dalam mendidik mereka.
Ayah atau bapak memiliki peran yang sangat penting dalam Islam, bahkan menjadi rumah pertama bagi anak-anak mereka yang memberikan pendidikan kepada mereka. Kita sering mendengar istilah “الأم هي المدرسة الأولى" “ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya” namun ternyata seorang ayah juga menjadi sekolah pertama bagi anak-anak mereka. Seorang ayah mendidik anaknya perihal kewajiban seorang anak sebagai hamba Allah Ta’ala, ayah juga mendidik anak mereka perihal akhlak-akhlak dan moral yang baik. Pendidikan itu datangnya dari Allah subhana wata’ala, sebagaimana dikisahkan dalam firman Allah subhana wata’ala tentang seorang ayah yang mendidik anaknya menjadi anak yang sholeh. Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail alaihimassalam dan Nabi Yakub dan Nabi Yusuf alaihimassalam.
Dalam surah Ash Shaffat: 102 (kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail alaihimassalam)
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya:
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".
Ketika Nabi Ismail alaihissalam diajak berdialog oleh ayahnya (Nabi Ibrahim), beliau mengiyakan perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk disembelih. Padahal perintah ini adalah perihal yang sangat berat dan besar, namun beliau mampu memenuhi perintah Allah, ternyata ada rahasia di balik kepatuhan beliau. Ulama kita menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim senantiasa mendidik anaknya untuk menjadi anak yang sholeh, bahkan pendidikan ini diberikan oleh ayahnya sejak beliau masih sangat belia. Begitu pula dengan kisah yang kedua dari kisah Nabi Yakub dan Nabi Yusuf alaihimassalam, yang dicantumkan dalam surah Yusuf ayat 24
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ ۖ وَهَمَّ بِهَا لَوْلَا أَن رَّأَىٰ بُرْهَانَ رَبِّهِ ۚ كَذَٰلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ ۚ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
Artinya:
Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.
Ketika Nabi Yusuf digoda oleh istri pemimpin negeri Mesir, ada muncul ketertarikan dari Nabi Yusuf dan seketika Allah menunjukan tanda dariNya. Disebutkan oleh ulama bahwa dihadapan Nabi Yusuf dimunculkan sosok ayahnya seraya menepuk dada Nabi Yusuf dan berkata “Wahai yusuf, janganlah engkau mengerjakan perbuatan buruk ini”, maka seketika Nabi Yusuf kaget dan terhindar dari godaan wanita tersebut. Ulama kita menyebutkan bahwa rahasia dibalik kejadian tersebut adalah ternyata Nabi Yakub senantiasa memberikan pendidikan kepada anaknya (Nabi Yusuf) sejak Nabi Yusuf masih belia.
Baiknya seorang anak tergantung pada baiknya kita sebagai orang tua mereka, khususnya sebagai seorang Ayah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menjelaskan dalam hadisnya:
كلُّ مولودٍ يولَدُ على الفطرةِ فأبواه يُهوِّدانِه أو يُنصِّرانِه أو يُمجِّسانِه
Artinya:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah; kedua orang tuanyalah yang menjadikannya penganut agama Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.'' (H.R. Muslim)
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (mengenal kebaikan dan ketaatan kepada Allah subhana wata’ala), namun orang tuanya lah yang memberikan pendidikan kepada anaknya yang kemudian menyebabkan anak-anak mereka memilih jalan mereka, apakah mereka memilih kebaikan atau keburukan. Maka sejak anak kita masih belia kita senantiasa mengajarkan kebaikan kepada mereka, meskipun kebaikan-kebaikan itu nampak kecil di mata kita. Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah saw mengajarkan kebaikan dari yang kecil sampai yang besar kepada sahabat-sahabat junior, seperti nasehat Rasulullah saw kepada Umar bin Abi Salamah radiyallahu anhu tentang adab makan
“Wahai anak kecil, ucaplah bismillah dan makanlah dengan tangan kananmu, serta ambil makanan yang berada di dekatmu”. (HR. Bukhari no.5376, Muslim no.2022)
atau nasehat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepada Abdullah bin Abbas radiyallahu anhuma tentang taqwa.
”Wahai anak kecil, sungguh aku akan mengajarimu beberapa kalimat: ‘Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu, jagalah Allah niscaya engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu. …” Ahmad (V/153, 158, 177), at-Tirmidzi (no. 1987)
Sebagai seorang ayah yang baik maka kita senantiasa mengajarkan kebaikan dan kewajiban sebagai seorang hamba Allah kepada anak kita, mengajarkan shalat sejak kecil sebagaimana juga diwasiatkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
“Perintahkan lah anak-anak kalian untuk shalat di usia mereka 7 tahun dan pukullah (pukulan mendidik) anak-anak kalian jika mereka menolak di usia mereka 10 tahun”
Maka jika kita mendapati kebaikan dari anak-anak zaman sekarang itu tidak lepas dari keterlibatan orang tua mereka dan guru mereka serta peran ayah mereka dan sebaliknya jika kita mendapati keburukan-keburukan dari anak-anak zaman sekarang itu tidak lepas dari peran orang tua mereka khususnya peran ayah-ayah mereka.
Selain kita memperhatikan terkait dunia anak kita, alangkah baiknya kita juga memperhatikan perihal akhirat anak kita dan menyiapkan mereka untuk kehidupan abadi di akhirat kelak. Mempersiapkan mereka menjadi anak yang sholeh, berakhlak yang baik dan taat kepada Allah subhana wata’ala. Bukankah Allah Ta’ala telah mengabarkan kepada kita untuk mendahulukan akhirat kita dan anak kita serta berusaha menjauhkan diri dan keluarga kita dari api neraka, Allah subhana wata’ala berfirman dalam surah At Tahrim ayat 6
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka….”
Dan juga dalam surah Al Qasas ayat 77
وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا
Artinya:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi….”
Tentunya kita mengharapkan anak-anak kita menjadi anak-anak yang sholeh dan menjadi investasi dan tabungan terbaik kita yang senantiasa mengirimkan pahala-pahala kebaikan kepada kita bahkan ketika kita sudah meninggal pun. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tentang amalan yang kekal dan diantaranya adalah anak sholeh yang selalu mendoakan orang tuanya.
Untuk para ayah, kita adalah pemimpin di dalam keluarga kita dan kita semua akan mempertanggung jawabkan apa yang kita pimpin, maka semoga kita mampu mendidik anak-anak kita dan memimpin keluarga kita dengan sebaik mungkin.
Untuk para anak, dan sejatinya kita semua adalah anak dari orang tua kita semua. Marilah kita berusaha menjadi anak yang sholeh yang bisa selalu mendoakan kebaikan untuk orang tua kita bahkan sampai mereka telah tiada kita senantiasa mendoakan mereka.
Dalam satu perkataan salaf sholeh Sa’id bin Al-Musayyib pernah berkata pada anaknya,
لَأَزِيْدَنَّ فِي صَلاَتِي مِنْ أَجْلِكَ
“Wahai anakku, sungguh aku terus menambah shalatku ini karenamu (agar kamu menjadi shalih).” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 467)
Rekomendasi :

Pembatal-Pembatal Shalat
Ditulis oleh Muh. Rafay Maher Rohail pada 2025-05-10
Alhamdulillah kembali lagi kita memuji kepada Allah subhanahu wata’ala, karena Allah subhanahu wata’ala dialah satu-satunya tuhan yang patut kita sembah. Dialah tuan dari semua raja-raja dimuka bumi ini. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad Shallahu alahi wasallam, dialah nabi yang membawa kita dari gelapnya zaman jahiliyah menuju terangnya zaman Islamiyah seperti sekarang ini.
Banyak umat muslim didunia ini yang masih kurang pemahamannya tentang apa-apa saja pembatal-pembatal shalat itu, tidak mengatahui apa-apa saja pembatalnya. Karena sahnya shalat itu sangat penting dalam kehidupan kita, bisa jadi shalat kita tidak diterima di sisi Allah subhanahu wata’ala. Sebab ketidak tahunya pembatal-pembatalnya, maka dari itu mari kita bahas apa-apa saja pembatal tersebut?
1. Apa saja yang membatalkan thaharah itu membatalkan sholat. Karena thaharah merupakan syarat sah sholat.
2. Tertawa dengan suara, yang dimaksud di sini tertawa terbahak-bahak, karena merupakan kesepakatan para ulama.
3. Berbicara dengan sengaja untuk selain masalah-masalah shalat,
حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوٰتِ وَالصَّلٰوةِ الْوُسْطٰى وَقُوْمُوْا لِلّٰهِ قٰنِتِيْنَ ٢٣٨
Artinya:
“Peliharalah semua salat (fardu) dan salat Wusṭā. Berdirilah karena Allah (dalam salat) dengan khusyuk.”
4. Lewatnya wanita dewasa atau anjing hitam dan keledai ditempat area sujud, Nabi Muhammad Shallahu alaihi wasallam bersabda:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي فَإِنَّهُ يَسْتُرُهُ إِذَا كَانَ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلُ آخِرَةِ الرَّحْلِ فَإِذَا لَمْ يَكُنْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلُ آخِرَةِ الرَّحْلِ فَإِنَّهُ يَقْطَعُ صَلَاتَهُ الْحِمَارُ وَالْمَرْأَةُ وَالْكَلْبُ الْأَسْوَدُ قُلْتُ يَا أَبَا ذَرٍّ مَا بَالُ الْكَلْبِ الْأَسْوَدِ مِنْ الْكَلْبِ الْأَحْمَرِ مِنْ الْكَلْبِ الْأَصْفَرِ قَالَ يَا ابْنَ أَخِي سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا سَأَلْتَنِي فَقَالَ الْكَلْبُ الْأَسْوَدُ شَيْطَانٌ. (رواه مسلم)
Artinya:
Dari Abu Dzarr dia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian hendak shalat, sebaiknya kamu membuat sutrah (penghalang) di hadapannya yang berbentuk seperti kayu yang diletakkan diatas hewan tunggangan, apabila di hadapannya tidak ada sutrah seperti kayu yang diletakkan diatas hewan tunggangan, maka shalatnya akan terputus oleh keledai, wanita, dan anjing hitam.’ Aku bertanya, ‘Wahai Abu Dzarr, apa perbedaan anjing hitam dari anjing merah dan kuning? Dia menjawab, ‘Aku pernah pula menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw. sebagaimana kamu menanyakannya kepadaku, maka jawab beliau, ‘Anjing hitam itu setan‘.” (HR. Muslim)
5. Membuka aurat secara sengaja, karena menutup urat merupakan syarat sah shalat.
6. Membelakangi kiblat, karena membelakangi kiblat merupkan syarat sah shalat juga
7.Adanya Najis pada diri orang yang sholat, sementara itu dia mengetahuinya tapi dia tidak langsung membersihkannya.
8. Meninggalkan dengan sengaja rukun-rukun shalat atau salah satu syaratnya ( tanpa udzur )
9. Banyak melakukan gerakan yang bukan termasuk gerakan shalat tanpa udzur atau dalam keadaan darurat, seperti makan dan minum dengan sengaja.
10. Bersandar tanpa udzur yang syar’I, karena berdiri dalam sholat merupakan rukun sholat yang utama ( kecuali orang yang sakit karena dia memiliki udzur )
11. Menambah gerakan-gerakan yang sengaja dalam shalat seperti ruku dan sujud, karena yang demikian dapat merusak rukun shalat dan merupakan perbuatan yang bid’ah berdasarkan ijma’.
12. Tertib dan tidak membolak-balikan rukun-rukun sholat.
13. Salam sebelum waktunya dengan sengaja.
14. Mengubah makna dengan bacaan yang berbeda, yakni mengubah surah al-Fatihah karena dia merupakan rukun sholat.
Kesimpulan:
Shalat harus dilakukan dengan memenuhi syarat dan rukunnya. Banyak hal yang bisa membatalkan shalat, seperti hilangnya wudhu, tertawa, berbicara sengaja, membuka aurat, membelakangi kiblat, ada najis, gerakan berlebihan, dan mengubah bacaan. Memahami pembatal sholat penting agar ibadah diterima Allah.
Semoga dengan artikel ini ibadah shalat kita semakin sempurna untuk diterima Allah subhana wata’ala dan pahalanya dilipatgandakan. Amin.